Selasa, 10 Juli 2012

Perubahan Hukum


PERUBAHAN HUKUM



  1. Pendahuluan
Dalam persoalan perubahan hukum ini dua hal peran hukum, dimana dalam perannya hokum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat adanya perubahan social (social change) dalam hal ini hokum berperan pasif, kemudian Sejauhmana hokum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan yang terencana Hukum berperan aktif. Disini fungsi hokum sebagai a tool of social engineering/alat rekayasa masyarakat.
Dalam hokum islam status hukum sudah jelas dan tegas yang dinyatakan secara eksplisit dalam al-Qur’an dan al-Hadis, tidak akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam. Akan tetapi, terhadap persoalan-persoalan baru yang belum jelas status hukumnya dalam kedua sumber itu, menuntut para Ulama untuk memberi solusi dan jawaban yang cepat dan tepat agar hukum Islam menjadi responsif dan dinamis yang dapat menyesuaikan diri dengan kedadaan.
Di sinilah letak strategisnya posisi ijtihad sebagai instrumen untuk melakukan ‘social engineering’. Hukum Islam akan berperan secara nyata dan fungsional kalau ijtihad ditempatkan secara proporsional dalam mengantisipasi dinamika sosial dengan berbagai kompleksitas persoalan yang ditimbulkannya.

  1. Perubahan Hokum Dalam Kajian Barat
  1. Hukum Menyesuaikan Diri Terhadap Perubahan Masyarakat
Hugo Sinzheimer menjelaskan bahwa;
“Wanneer er tusschen recht en leven tegenstellingen bestaan, dan komen ersteeds krachten in beweging om deze op te fheffen. Dan begint een tijdperk, waarin nieuw recht onstaat....”[1]
Perubahan hukum senantiasa dirasakan perlu dimulai sejak adanya kesenjangan antara keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, serta hubungan-hubungan dalam masyarakat, dengan hukum yang mengaturnya. Bagaimanapun kaidah hukum tidak mungkin kita lepaskan dari hal-hal yang diaturnya, sehingga ketika hal-hal yang seyogianya diaturnya tadi telah berubah sedemikian rupa, tentu saja dituntut perubahan hukum untuk menyesuaikan diri agar hukum masih efektif dalam pengaturannya, hal ini sesuai dengan aliran Sociological Jurisprudence sebagaimana yang sebutkan oleh Roscoe Pound, Eugen Ehrilich, Benyamin Cardozo, Kartoriwics, Gurvitch dan lain-lain, mereka mengatakan bahwa hokum yang baik adalah hokum yang sesuai dengan hukujm yang hidup di dalam masyarakat.[2]
     Kesenjangan yang dimaksud sebagai sumber yang membutuhkan adanya perubahan hukum, adalah terhadap perubahan pada kaidah-kaidah masyarakat. Sedangkan perubahan pada jenis pertama dan kedua belum memaksa hukum untuk segera melakukan penyesuaian terhadapnya.
     Dalam keadaan yang telah mendesak, perundang-undangan memang harus disesuaikan dengan perubahan masyarakat.   Apakah ciri yang menandai adanya kesenjangan antara hukum dan peristiwa yang seyogianya diaturnya, sehingga mendesak untuk diadakan perubahan hukum? Ciri atau tanda itu menurut Dror
“adalah ditandaidengan tingkah laku warga masyarakat yang tidak lagi merasakan kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh hukum, sebagai sesuatu yang harus dijalankan”[3]
     Jadi terdapat kesenjangan yang membedakan antara tanggapan hukum di satu pihak dan masyarakat di pihak lain mengenai perbuatan yang seyogianya dilakukan. Jadi “das sollen”  sudah berbeda jauh dari pada “das sein”.
     Hukum bertujuan untuk mengkordinir aktivitas-aktivitas warga masyarakat di mana aktivitas-aktivitas itu senantiasa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. karena itu hukum merasa berkewajiban turut campur secara lebih serius dan langsung dalam wujud kaidah-kaidah hukum.      
Dari contoh kasus konkrit di atas, ternyatalah bahwa efektif atau tidaknya hukum, tidak semata-mata ditentukan oleh peraurannya, tetapi juga dukungan dari beberapa institusi yang berada di sekililingnya, seperti faktor manusianya, faktor kultur hukumnya, faktor ekonomi, dan sebagainya.
Agaknya sulit terwujud hukum yang baik dengan pelaksanaan yang baik, jika hukum itu sekadar hasil transfer belaka, tanpa memperhitungkan faktor-faktor non hukum.

  1. Hukum Membawa Masyarakat Berubah (a tool of social engineering)
Kalau dia atas yang kita bicarakan adalah bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat, maka kini kita akan membahas segi kedua dari persoalan perubahan yakni bagaimana hukum menjadi faktor penggerak ke arah perubahan masyarakat. Inilah yang biasa dinamakan : law is a tool of social engineering.
     Yang mula-mula memperkenalkan konsep hukum sebagai alat rekayasasosial adalah Roscoe Pound,  Bapak Ilmu Hukum Sosiologis dalam tulisannya: Scope and Purposes of  Sociological Jurisprudence, yang mengemukakan butir-butir penting yang harus diketahui dan diterapkan oleh seorang juris yang berfaham sosiologis.
     Meskipun kenyataan positif dari hasil digunaknnya hukujm sebagai “a tool of social engineering” telah banyak diakui baik dari kalangan hukum sendiri maupun dari kalangan ilmu-ilmu sosial, namun tetap masih ada segelintir pakar yang tidak mau mengakui fungsi perekayasaan hukum ini. Seperti yang dikemukakan oleh  sebagaimana diuraikan oleh satjipto Rahardjo. ” Bahwa penemuan di bidang teknologi merupakan penggerak perubahan sosial, sebab penemuan yang demikian itu menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang berantai sifatnya.[4]
Sifat yang terakhir disebut ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Pertama terjadi suatu penemuan baru di  bidang teknologi. Di tempat kedua menyusullah kegiatan ekonomi. Di sini orang mulai memikirkan pemanfaatan ekonomis apa yang dapat dipetik dari penemuan itu. Baru kemudian hukum masuk, apabila kedua kegiatan yang disebutkan di atas telah dijalankan. Dengan demikian hukum diterima sebagai struktur atas yang mempunyai basisnya pada bidang teknologi dan ekonomi yang oleh karena itu hanyalah merupakan kelanjutan dari kejadian-kejadian pada bidang tersebut”
Tentu hal ini dapat diterima jika dikatakan bahwa hukum hanyalah alat yang menggerakkan perubahan secara tidak langsung. Contohnya, pertumbuhan penduduk yang sudah tiba pada tingkat yang membahayakan, tidak dapat ditekan secara langsung oleh hukum. Dalam hal ini, adalah mustahil jika hukum mengeluarkan peraturan untuk membunuh sebagian penduduk agar pertumbuhan penduduk teratasi. Hukum di sini hanya mungkin menekan pertambahan penduduk secara tidak langsung melalui ketentuan tentang jumlah anak yang ditanggung negara bagi pegawai negeri dan ABRI serta perturan-peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan program Keluarga Berencana.

  1. Faktor-Faktor Pengubah Hukum
Perubahan hokum dapat disebabkan beberapa aspek yaitu : Aspek politik yang dapat dipengaruhi oleh penguasa,orsospol, ormas, LSM. Kemudian aspek budaya yang bisa disebabkan perubahan nilai dalam masyarakat, stratifikasi atau juga disebabkan adanhya kontak budaya. paktor pengubah hokum juga dapat disebabkan aspek ekonomi, seperti perdagangan bebas, perjanjian ekonomi, arbitrase, traktat dan lain-lain. Kemudian  aspek ilmu pengetauan dan teknologi dengan berobahnya gaya hidup, kejahatan tingkat tinggi. Juga dapat disebabkan aspek pendidikan
     Sementara cara pengubah hukum adalah
-         Fiction seperti pembuatan defenisi atau rekayasa
-         Equity atau kesetaraan
-         Legislation atau berdasarkan penetapan hukum

  1. Perubahan Hokum Dalam Perspektif Hokum Islam
Dalam kajian hokum Islam pengaruh-pengaruh unsur perubahan dapat menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam sistem pemikiran Islam, termasuk di dalamnya pembaruan hukum Islam. Pada dasarnya pembaruan pemikiran hukum Islam hanya mengangkat aspek lokalitas dan temporalitas ajaran Islam, tanpa mengabaikan aspek universalitas dan keabadian hukum Islam itu sendiri. Tanpa adanya upaya pembaruan hukum Islam akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam memasyarakatkan hukum Islam khususnya dan ajaran Islam pada umumnya.[5]
Mengingat hukum Islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang penting, maka perlu ditegaskan aspek mana yang mengalami perubahan (wilayah ijtihadiyah). Disini dapat ditegaskan bahwa  agama dalam pengertiannya sebagai wahyu Tuhan tidak berubah, tetapi pemikiran manusia tentang ajarannya, terutama dalam hubungannya dengan penerapan di dalam dan di  tengah-tengah masyarakat, mungkin berubah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perubahan dimaksud bukanlah perubahan secara tekstual, tetapi secara kontekstual.
Perkembangan dunia yang semakin maju disertai dengan era globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dalam beberapa bidang kehidupan masyarakat, seperti medis, hukum, sosial serta ekonomi telah membawa pengaruh yang besar, termasuk persoalan-persoalan hukum.[6] Masyarakat Islam sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari dunia, tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan yang menyangkut kedudukan hukum suatu persoalan.
Masyarakat dengan berbagai dinamika yang ada menuntut adanya perubahan sosial, dan setiap perubahan sosial pada umumnya meniscayakan adanya perubahan sistem nilai dan hukum. Marx Weber dan Emile Durkheim menyatakan bahwa “hukum merupakan refleksi dari solidaritas yang ada dalam masyarakat”. Senada dengan Marx Weber dan Durkheim, Arnold M. Rose mengemukakan teori umum tentang perubahan sosial hubungannya dengan perubahan hukum. Menurutnya, perubahan hukum itu akan dipengaruhi oleh tiga faktor; pertama, adanya komulasi progresif dari penemuan-penemuan di bidang teknologi; kedua, adanya kontak atau konflik antarkehidupan masyarakat; dan ketiga, adanya gerakan sosial (social movement).[7] Menurut teori-teori di atas, jelaslah bahwa hukum lebih merupakan akibat dari pada faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam sistem pemikiran Islam, termasuk di dalamnya pembaruan hukum Islam.
Pada dasarnya pembaruan pemikiran hukum Islam hanya mengangkat aspek lokalitas dan temporalitas ajaran Islam, tanpa mengabaikan aspek universalitas dan keabadian hukum Islam itu sendiri. Namun pada kenyataannya tanpa adanya upaya pembaruan hukum Islam akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam memasyarakatkan hukum Islam khususnya dan ajaran Islam pada umumnya.3
Untuk mengawal hukum Islam tetap dinamis, responsif dan punya adaptabilitas yang tinggi terhadap tuntutan perubahan, adalah dengan cara menghidupkan dan menggairahkan kembali semangat berijtihad di kalangan umat Islam. Pada posisi ini ijtihad merupakan metode bagi lahirnya perubahan untuk mengawal cita-cita universalitas Islam sebagai sistem ajaran yang shalihun li kulli zaman wal makan.
Umat Islam menyadari sepenuhnya bahwa sumber-sumber hukum normatif–tekstual sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru di bidang hukum tidak terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayat al-Mujtahid menyatakan bahwa: “Persoalan-persoalan kehidupan masyarakat tidak terbatas jumlahnya, sementara jumlah nash (baik al-Qur’an dan al-Hadis), jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, mustahil sesuatu yang terbatas jumlahnyabisa menghadapi sesuatu yang tidak terbatas.[8]
Semangat atau pesan moral yang bisa kita pahami dari pernyataan Ibnu Rusyd di atas adalah anjuran untuk melakukan ijtihad terhadap kasus-kasus hukum baru yang tidak secara eksplisit dijelaskan sumber hukumnya dalam nash. Dengan demikian, Ijtihad merupakan satu-satunya jalan untuk mendinamisir ajaran Islam sesuai dengan tuntutan perubahan zaman dengan berbagai kompleksitas persoalannya yang memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia.
Islam meyakini perubahan sebagai suatu realitas yang tidak bisa diingkari. Islam juga memberi posisi yang paling tepat demi memudahkan semua hal untuk berubah secara shahih dan aman. Agama berjalan bersama beriringan dengan lajunya kehidupan. Tugas agama adalah mengawal perubahan secara benar untuk kemaslahatan hidup manusia.9 Di sinilah sesungguhnya tugas seorang cendekiawan muslim untuk merumuskan pendekatan dan metodologi yang tepat sesuai dengan konteks yang melingkupinya agar agama menjadi fungsional dan bisa membumi.
Dalam hukum Islam, perubahan sosial budaya dan letak geografis menjadi variabel penting yang ikut mempengaruhi adanya perubahan hukum. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa “perubahan hukum adalah dikarenakan perubahan zaman, tempat, keadaan, dan kebiasaan”[9] Dalam kaidah fiqh lainnya disebutkan “hukum itu berputar bersama illatnya (alasan hukum)dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”[10]
Salah satu bukti konkret betapa faktor lingkungan sosial budaya berpengaruh terhadap hukum Islam adalah munculnya dua pendapat Imam Syafi’i yang dikenal dengan qaul qadim dan qaul jadid. Pendapat lama (qaul qadim) adalah pendapat hukum Imam Syafi’i ketika beliau berada di Mesir.[11] Perbedaan pendapat hukum dalam masalah yang sama dari seorang Mujtahid Imam Syafi’i jelas disebabkan faktor struktur sosial, budaya, letak geografis yang berada antara daerah Iraq (Baghdad) dan Mesir
Dalam konteks historis, pemikiran bidang hukum Islam sesungguhnya memperlihatkan kekuatan yang dinamis dan kreatif dalam mengantisipasi setiap perubahan dan persoalan-persoalan baru. Hal ini dapat dilihat dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang memiliki corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sisio-kultural dan politik di mana madzhab itu tumbuh dan berkembang. Warisan monumental yang sampai sekarang masih memperlihatkan akurasi dan relevansinya adalah kerangka metodologi penggalian hukum yang mereka ciptakan.
Dengan perangkat metodologi tersebut, segala permasalahan bisa didekati dan dicari legalitas hukumnya dengan metode qiyas, maslahah al-mursalah, istihsan, istishab, dan ‘urf.[12] Dalam posisi demikian, hukum Islam akan berfungsi sebagai rekayasa sosial (social engineering) untuk melakukan perubahan dalam masyarakat
Akan tetapi, untuk melakukan upaya pembaruan pemikiran hukum Islam bukanlah hal yang udah, karena masyarakat banyak yang terpuaskan dengan mazhab yang mereka anut, sehingga sulit untuk menerima pemikiran lain diluar yang diyakininya.
Oleh karena itulah diperlukan beberapa syarat; pertama, adanya tingkat pendidikan yang tinggi dan keterbukaan dari masyarakat muslim; kedua, hukum Islam (fiqh) harus dipandang sebagai variasi suatu keragaman yang bersifat partikular yang selalu dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu; ketiga, memahami faktor sosio–kultural dan setting politik yang melatarbelakangi lahirnya suatu produk hukum agar dapat memahami partikularisme dari pemikiran hukum tersebut; keempat, mengorientasikan istinbat hukum dari aspek qaulan (materi hukum) kepada aspek manhajan (kerangka metodologis). Di samping itu, perlu juga memahami pemikiran hukum yang tidak dibatasi sekat-sekat madzhab. Keterbatasan alternatif yang dibingkai dengan sekat madzhab akan menghasilkan produk pemikiran yang rigid (kaku) dan akan mempersulit upaya pembaruan hukum Islam itu sendir
Dalam Islam juga dikenal istilah doktrin siasah, yaitu bagaimana seperngkat peraturan yang dibuat oleh penguasa, atau juga dikarenakan kondisi sosial yang membuat berlaku tidaknya hokum (doktrin takhayyur), kemudian perkembangan seiring dengan adanya peristiwa baru (tatbiq), kiemudian bisa juga disebabkan adanya pembaharuan dibidang hokum Islam (tajdid).
  1. Penutup
Perubahan hokum jika dilihat dari dua persi yang berbeda yaitu persi barat dan juga hukum Islam, sama-sama disebabkan adanya perubahan social, baik dari segi politik, ekonomi, budaya, maupun ilmu pengetahuan, karena hokum tumbuh dalam masyarakat maka hokum harus sesuai dengan hokum yang yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakaT.

























DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: Yarsif Watampone., 1996

Ali, Zainudin, Filsafat Hukum, Jakarta: Grafika, 2006

Arifin, Syamsul. dkk, Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan. Yogyakarta: Sipress, 1996

Azhar, Muhammad, Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Hasan, A. Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup. Bandung: PT al-Ma’arif, 1994

al-Jauziyah, Ibn Qayyim, I’lam al-Muawaqi’in ‘an Rabbi al-‘Alamin. Beirut: Daar al-Fikr, TT

Muzdhar, M. Atho’, Membaca Gelombang Ijtihad antara Tradisi dan Liberasi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hokum, Bandung: Citra Adtya Bakti, 2007

Rusyd, Ibn, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid (Indonesia: Daar al-Kutub al-Arabiyyah, TT

ash-Shiddiqie, Hasbi, Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994

Soesanto, Astrid S. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta,1985

Yahya, Mukhtar dan Fathurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1996

az-Zarqa, Musthafa Muhammad, Hukum Islam dan Perubahan Sosial (Studi Komparatif Delapan Mazhab) Terj. Ade Dedi Rohayana. Jakarta: Rineka Cipta, 2000


[1] Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. (Jakarta: Yarsif Watampone., 1996). H.203
[2] Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hokum, Bandung: Citra Adtya Bakti, 2007), h. 66 lihat juga Zainudin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Grafika, 2006), h. 61
[3] Ibid. h.,204

[4] Ibid, h. 215
[5] Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 59-60
[6] Musthafa Muhammad az-Zarqa, Hukum Islam dan Perubahan Sosial (Studi Komparatif Delapan Mazhab) Terj. Ade Dedi Rohayana (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 45
[7] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 96. Lihat pula, Astrid S. Soesanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Jakarta:Binacipta,1985), hal. 157-158

[8] Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid (Indonesia: Daar al-Kutub al-Arabiyyah, TT),
hal. 2

[9] Ibn Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muawaqi’in ‘an Rabbi al-‘Alamin (Bairut: Daar al-Fikr, TT), hal. 14. Lihat pula, Hasbi ash-Shiddiqie, Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 444
[10] Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1996), hal. 550
[11] M. Atho’ Muzdhar, Membaca Gelombang Ijtihad antara Tradisi dan Liberasi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), hal. 107. Lihat pula, A. Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup (Bandung: PT al-Ma’arif, 1994).
[12] Syamsul Arifin, dkk, Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta: Sipress, 1996), hal. 72-73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar